Transportasi

Tarif Transportasi Umum Murah Bantu Warga Atasi Tekanan Ekonomi

Tarif Transportasi Umum Murah Bantu Warga Atasi Tekanan Ekonomi
Tarif Transportasi Umum Murah Bantu Warga Atasi Tekanan Ekonomi

JAKARTA - Program transportasi umum dengan tarif murah ternyata memiliki peran penting bagi masyarakat di tengah tantangan ekonomi saat ini. Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, menegaskan bahwa layanan transportasi terjangkau membantu warga tetap beraktivitas tanpa harus membebani keuangan mereka. Dengan demikian, program ini berfungsi tidak hanya sebagai sarana mobilitas, tetapi juga sebagai alat mitigasi tekanan ekonomi bagi masyarakat.

Transportasi Murah: Solusi di Tengah Daya Beli Lemah

Djoko menekankan bahwa keberadaan transportasi umum murah sangat vital bagi masyarakat, khususnya di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Subsidi dan skema tarif terjangkau memungkinkan masyarakat untuk bergerak lebih mudah, baik untuk bekerja, bersekolah, maupun melakukan aktivitas sehari-hari.

“Dengan adanya subsidi, masyarakat di wilayah 3T dapat menikmati akses transportasi yang terjangkau, membuat pergerakan orang dan barang menjadi lebih mudah,” ujar Djoko.

Ia juga menekankan bahwa Indonesia saat ini menghadapi krisis ekonomi, bukan krisis hubungan keagamaan. Oleh karena itu, dialog dan perhatian pemerintah sebaiknya difokuskan pada isu ekonomi, seperti minimnya lapangan kerja dan tingginya angka PHK, bukan persoalan non-ekonomi.

“Hal ini untuk mencari solusi atas minimnya lapangan kerja dan besarnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK),” ucap Djoko.

Kualitas Transportasi sebagai Ciri Negara Maju

Menurut Djoko, negara maju selalu menempatkan transportasi publik sebagai prioritas utama. Fasilitas untuk pejalan kaki, pesepeda, penyandang disabilitas, serta lansia menjadi indikator penting kualitas transportasi. Di kota besar seperti Jakarta, angkutan publik menjangkau hampir 90 persen wilayah perkotaan, menunjukkan betapa pentingnya peran transportasi umum dalam keseharian warga.

Negara maju juga ditandai dengan angka kecelakaan yang rendah, tingkat disiplin tinggi dalam berlalu lintas, dan kondisi jalan yang mantap hingga ke daerah terpencil. Oleh karena itu, Djoko meminta pemerintah untuk tidak memangkas anggaran transportasi dan infrastruktur.

“Sebaliknya, masih banyak pos anggaran lain yang bisa dihemat, seperti mengurangi atau menghilangkan fasilitas dan kemewahan yang tidak penting bagi pejabat, mulai dari mobil dinas hingga perjalanan dan pengawalan yang tidak mendesak,” tambah Djoko.

Tantangan Anggaran dan Pembenahan Transportasi

Djoko juga mengingatkan bahwa target pemerintah dalam pembenahan angkutan umum di 20 kota dalam RPJMN 2025–2029 menghadapi tantangan serius. Anggaran stimulan untuk skema buy the service (BTS) terus menyusut, sehingga keberhasilan program dipertanyakan.

Data menunjukkan alokasi anggaran untuk transportasi umum telah mengalami penurunan signifikan. Dari Rp582,98 miliar pada 2023, anggaran direncanakan hanya Rp80 miliar pada 2026. Penurunan ini terjadi secara bertahap sejak 2020: Rp51,83 miliar pada 2020, Rp312,25 miliar pada 2021, Rp552,91 miliar pada 2022, Rp437,89 miliar pada 2024, dan Rp177,49 miliar pada 2025.

Transportasi Umum dan Pengentasan Kemiskinan

Djoko menekankan bahwa ketersediaan angkutan umum erat kaitannya dengan pengentasan kemiskinan. Daerah miskin sering kali terisolasi karena terbatasnya akses transportasi, sehingga anggaran transportasi seharusnya diprioritaskan untuk memberdayakan kelompok kurang beruntung.

“Sangat disayangkan jika anggaran untuk transportasi umum harus dikorbankan demi mendukung program lain, seperti program Makan Bergizi Gratis. Angkutan umum harus dipandang sebagai alat untuk menjangkau dan memberdayakan kaum yang kurang beruntung,” ujarnya.

Dampak Sosial dari Transportasi yang Tidak Memadai

Ketika transportasi umum tidak dikelola dengan baik, masalah sosial pun muncul. Djoko mencontohkan beberapa wilayah di Jawa Tengah, di mana ketiadaan transportasi umum menyebabkan anak-anak putus sekolah. Fenomena ini berkaitan erat dengan meningkatnya pernikahan dini dan risiko kelahiran bayi stunting, mencerminkan dampak sosial jangka panjang dari kurangnya akses mobilitas.

“Fenomena ini tidak berhenti di situ; angka putus sekolah yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan pernikahan dini, yang pada gilirannya berpotensi meningkatkan jumlah kelahiran bayi stunting,” kata Djoko.

Program transportasi umum murah lebih dari sekadar sarana mobilitas; ini merupakan penyelamat ekonomi bagi masyarakat di tengah daya beli yang lemah dan tingginya pengangguran. Dengan subsidi dan layanan yang terjangkau, masyarakat dapat tetap beraktivitas, mengurangi tekanan finansial, dan memperluas akses ke pendidikan serta kesempatan kerja.

Djoko Setijowarno menekankan pentingnya kualitas transportasi sebagai indikator kemajuan negara dan sebagai alat pemberdayaan masyarakat. Pemerintah didorong untuk memprioritaskan anggaran transportasi, infrastruktur, dan keselamatan, serta mempertimbangkan dampak sosial jangka panjang jika layanan ini terabaikan.

Dengan perhatian serius pada transportasi publik, tidak hanya mobilitas warga yang terjamin, tetapi juga kesejahteraan masyarakat, pengentasan kemiskinan, dan pembangunan sosial dapat lebih efektif tercapai.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index