JAKARTA - Pertumbuhan jumlah investor di pasar modal Indonesia menunjukkan tren yang semakin inklusif. Tidak hanya dari segi kuantitas, melainkan juga dari perubahan komposisi demografis. Generasi muda kini tampil sebagai mayoritas, menandai pergeseran besar dalam wajah investasi tanah air.
Data terbaru mencatat jumlah investor pasar modal telah menembus 18 juta orang hingga Agustus 2025. Dari angka tersebut, sebanyak 7,56 juta merupakan investor saham, yang mencerminkan minat tinggi masyarakat terhadap instrumen ekuitas.
Mayoritas Investor Berusia di Bawah 30 Tahun
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Jeffrey Hendrik, menyebutkan bahwa dominasi investor muda cukup signifikan. “Sebanyak 54,23% investor tercatat berusia muda di bawah 30 tahun,” jelasnya.
Kelompok usia produktif lainnya, yakni 31–40 tahun, menyumbang 24,82% investor. Sementara itu, mereka yang berusia 41–50 tahun mencapai 12,26%. Adapun kelompok usia yang lebih senior, yakni 51–60 tahun, berkontribusi 5,74%, dan investor usia pensiun di atas 60 tahun tercatat 2,95%.
Komposisi ini memperlihatkan bahwa partisipasi generasi muda benar-benar mendominasi, bahkan mengalahkan kelompok usia mapan maupun berpengalaman.
Dampak Kampanye Literasi Pasar Modal
Pertumbuhan jumlah investor muda tidak terjadi begitu saja. Jeffrey mengungkapkan bahwa sejak kampanye “Aku Investor Saham” diluncurkan pada 2023, jumlah investor baru terus melonjak. Pada 2024, tercatat ada penambahan 2,7 juta investor baru, dan hingga Agustus 2025 sudah ada tambahan 3,1 juta investor baru.
Hasil ini menunjukkan bahwa program literasi dan inklusi pasar modal berhasil menyentuh target audiens yang diharapkan, khususnya generasi muda yang kini lebih terbuka terhadap investasi.
Sebaran Investor di Indonesia
Dari sisi geografis, penyebaran investor masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sekitar 70% investor berasal dari Jawa, sementara 14% dari Sumatera, dan sisanya tersebar di berbagai pulau lain di Indonesia.
Bila dibandingkan dengan data tahun 2024, terlihat adanya peningkatan proporsi dari Jawa yang sebelumnya 68%. Sementara itu, kontribusi dari Sumatera menurun tipis dari 16% menjadi 14%. Data ini memperlihatkan bahwa upaya pemerataan inklusi pasar modal di luar Jawa masih menjadi tantangan yang perlu diperhatikan.
Strategi Edukasi yang Masif
Keberhasilan peningkatan jumlah investor tidak terlepas dari strategi edukasi dan sosialisasi yang dilakukan BEI. Jeffrey menjelaskan bahwa edukasi pasar modal dilaksanakan melalui berbagai kanal, mulai dari 29 Kantor Perwakilan BEI, hingga 970 galeri investasi di perguruan tinggi seluruh Indonesia. Selain itu, lebih dari 6.000 duta pasar modal turut berperan aktif dalam menyebarkan pemahaman investasi.
“Kegiatan edukasi dan sosialisasi lebih dari 30.000 kegiatan setiap tahun untuk meningkatkan awareness, literasi dan inklusi pasar modal,” tegas Jeffrey.
Besarnya jumlah kegiatan ini menunjukkan komitmen BEI dalam memperluas pemahaman investasi kepada masyarakat. Targetnya bukan hanya menambah jumlah investor, melainkan juga memastikan bahwa mereka berinvestasi dengan pengetahuan yang memadai.
Generasi Muda sebagai Kekuatan Baru
Partisipasi generasi muda di pasar modal bukan hanya fenomena kuantitatif, tetapi juga kualitas. Dengan usia yang relatif muda, investor generasi ini memiliki potensi jangka panjang dalam menjaga keberlanjutan pasar modal.
Kecenderungan mereka yang lebih terbiasa dengan teknologi digital membuat akses terhadap pasar modal menjadi lebih mudah. Platform investasi daring, aplikasi trading saham, hingga komunitas digital turut mendorong minat anak muda untuk masuk ke dunia investasi.
Jika tren ini berlanjut, dalam beberapa tahun ke depan pasar modal Indonesia akan semakin ditopang oleh investor berusia muda dengan literasi yang lebih baik. Hal ini akan menjadi modal penting untuk menjaga stabilitas dan memperkuat daya saing pasar modal Indonesia di tingkat regional.
Tantangan Pemerataan dan Literasi
Meski perkembangan jumlah investor patut diapresiasi, ada beberapa tantangan yang perlu mendapat perhatian. Pertama, distribusi geografis investor masih timpang dengan dominasi Jawa. Perlu strategi yang lebih agresif untuk meningkatkan inklusi pasar modal di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan daerah lainnya.
Kedua, meski jumlah investor bertambah, tingkat literasi keuangan tidak boleh tertinggal. Masih banyak kasus investasi bodong yang menjerat masyarakat, terutama karena kurangnya pemahaman dasar tentang instrumen keuangan. Oleh karena itu, program edukasi harus diperluas tidak hanya pada jumlah kegiatan, tetapi juga kualitas materi yang lebih aplikatif dan mudah dipahami.
Lonjakan jumlah investor pasar modal hingga 18 juta orang menjadi capaian besar bagi Indonesia. Dominasi generasi muda di bawah 30 tahun memperlihatkan bahwa pasar modal kini semakin inklusif dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Keberhasilan kampanye “Aku Investor Saham” serta strategi edukasi masif yang dilakukan BEI membuktikan bahwa literasi dan inklusi keuangan bisa tumbuh pesat jika digarap dengan konsisten. Namun, tantangan pemerataan dan penguatan literasi tetap harus dijawab agar pertumbuhan investor tidak hanya besar secara angka, tetapi juga berkualitas dalam praktiknya.
Pasar modal Indonesia kini berada di fase transisi penting, di mana generasi muda memegang peranan besar. Jika tren ini terus dijaga, maka masa depan pasar modal akan semakin cerah, stabil, dan berkontribusi nyata terhadap perekonomian nasional.