Polda Maluku Utara Usut Dugaan Penjualan Bijih Nikel Sitaan Negara oleh PT WKM

Kamis, 20 Februari 2025 | 10:02:43 WIB
Polda Maluku Utara Usut Dugaan Penjualan Bijih Nikel Sitaan Negara oleh PT WKM

JAKARTA - Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara memulai investigasi mendalam terhadap PT Wana Kencana Mineral (WKM) atas dugaan kebijakan ilegal penjualan bijih nikel yang sudah disita oleh negara. Tindakan ini mendapat sorotan publik dan menjadikan PT WKM pusat perhatian dalam kontroversi hukum yang mencakup isu pertambangan di provinsi tersebut.

Kombes Pol Edy Wahyu, selaku Direktur Reskrimum Polda Maluku Utara, menyatakan bahwa penyelidikan terhadap PT WKM segera dilangsungkan. "Kami akan mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan jual bijih nikel yang dilakukan oleh PT WKM," ungkap Kombes Pol Edy Wahyu pada Rabu 19 Februari 2025.

Kasus ini bermula dari laporan Koordinator Konsorsium Advokasi Tambang (KATAM) Maluku Utara, Muhlis Ibrahim. Ia menuturkan bahwa bijih nikel yang diduga dijual oleh PT WKM merupakan hasil sitaan pengadilan yang seharusnya diserahkan kepada pemerintah daerah. Berdasarkan data yang didapat, sekitar 90 ribu metrik ton ore nikel sudah terjual. Ore tersebut awalnya adalah milik PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT), yang siap diproduksi sebelum izin usaha pertambangannya (IUP) dicabut oleh Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan diberikan kepada PT WKM.

Konflik hukum antara PT KPT dan PT WKM mencapai puncaknya dengan dikeluarkannya putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang menyatakan PT WKM sebagai pemegang IUP yang sah. Namun, hal ini tidak menghalangi pertanyaan dan kekhawatiran publik mengenai penjualan bijih nikel tersebut.

"Hal ini penting untuk disuarakan. Masyarakat Maluku Utara harus pertanyakan 90 ribu ton lebih ore nikel yang telah menjadi aset pemerintah itu. Karena dalam hitungan kami, kerugian pemerintah daerah dari penjualan ore nikel diperkirakan berkisar kurang lebih Rp 30 miliar," tegas Muhlis Ibrahim.

Lebih lanjut, KATAM menyingkap dugaan pelanggaran terkait dana jaminan reklamasi oleh PT WKM. Menurut Muhlis, sejak menjalankan aktivitasnya dari tahun 2018 hingga 2022, PT WKM belum memenuhi tanggung jawabnya untuk menyetor dana jaminan reklamasi selama empat tahun. Padahal, Pemerintah Provinsi Maluku Utara melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral telah menetapkan dana jaminan reklamasi sebesar Rp 13.454.525.148 pada tahun 2018.

"Faktanya, pihak PT WKM hanya melakukan sekali penyetoran, yakni pada tahun 2018 senilai Rp 124.120.000," ungkap Muhlis, menekankan pentingnya tindakan tegas dari pemerintah terhadap pelanggaran ini. Ia menambahkan, "Untuk itu, pemerintah penting untuk menagih dan menindak dengan tegas pihak PT WKM. Bilamana kewajiban tidak dipatuhi, sesuai dengan peraturan yang berlaku."

Dalam menyikapi kasus ini, bukan hanya kepemilikan bijih nikel yang disorot, tetapi juga keseluruhan proses perizinan dan keputusan hukum yang mengikat kedua perusahaan tambang ini. Dengan total 300 ribu ton ore yang disita negara, pemerintah daerah dan pihak penegak hukum memiliki tantangan besar untuk memastikan tidak ada celah hukum yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat.

Dengan penanganan yang optimal, kasus ini diharapkan menjadi pelajaran berharga dalam pengelolaan sumber daya alam dan pengawasan hukum di Indonesia, khususnya di sektor pertambangan. Transparansi dan konsistensi dalam penegakan aturan adalah kunci untuk memastikan bahwa keadilan dan hak masyarakat tetap dijaga.

Terkini